Kepala Kantor Bahasa Provinsi Nusa Tenggara Timur, Syaiful Bahri Lubis, tergabung dalam siaran RRI Ende bertajuk RRI Radio Tanggap Bencana Covid-19 #Indonesiatatanankehidupanbaru pada Senin, 22 Maret 2021. Acara yang ditayangkan dalam Lintas Ende Pagi Pro 1 Ende menghadirkan Agustinus Rinus (Kepala Dinas Pariwisata Manggarai Barat), Abed Frans (Ketua ASITA NTT), Fransiskus R. Diogo (Bupati Sikka), dan Syaiful Bahri Lubis (Kepala Kantor Bahasa Provinsi NTT) sebagai narasumber.
Topik utama yang dibahas dalam acara ini yaitu Kabupaten Sikka Raih Penghargaan Penangan Covid Terbaik Tingkat Nasional, Kunjungan Wisatawan di Manggarai Barat Menurun, Produk dan Destinasi Wisata NTT Masuk Nominasi API, dan Bahasa Daerah di NTT Terancam Punah.
Kepala Kantor Bahasa Provinsi NTT, Syaiful Bahri Lubis, mengawali dialog interaktif dengan menyapa pemandu acara, Carolin W. Mosa dan seluruh pendengar setia RRI Ende. “Selamat pagi dan salam sehat selalu mbak Carolin dan seluruh pendengar setia RRI Ende di mana pun saudara berada,” sapa Syaiful. Melanjutkan dialog, Carolin menyampaikan pertanyaan pertama kepada Syaiful Bahri Lubis yang berkaitan dengan jumlah bahasa daerah yang terancam punah di Provinsi Nusa Tenggara Timur. “Dari catatan di Kantor Bahasa Nusa Tenggara Timur, bahasa-bahasa apa saja yang terancam punah, Pak Syaiful?” tanya Carolin. Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, jumlah bahasa daerah yang sudah terpetakan di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak 72 bahasa daerah. Meskipun terus dilakukan penelitian-penelitian dan kajian-kajian, bisa saja jumlah bahasanya bertambah tapi bisa juga jumlahnya berkurang sesuai dengan metode-metode penelitian yang dilakukan. “Dari 72 bahasa daerah itu, ada beberapa bahasa daerah yang terancam punah. Menurut analisis yang dilakukan oleh Kantor Bahasa Provinsi NTT, ada empat bahasa daerah di Provinsi NTT yang terancam punah yaitu bahasa Beilel, bahasa Sar, bahasa Kafoa, dan bahasa Nedebang dari Kabupaten Alor,” Jawab Syaiful.
Carolin melanjutkan dengan pertanyaan kedua yang berkaitan dengan faktor-faktor yang menjadi penyebab sebuah bahasa daerah dikategorikan ke dalam bahasa yang terancam punah. “Menurut Kantor Bahasa, apakah hanya faktor internal saja dari masyarakat sendiri yang enggan menggunakan bahasa daerahnya sehingga menyebabkan bahasa tertentu terancam punah atau apakah ada juga faktor eksternal seperti banyak perantau atau pendatang asing yang masuk ke daerah tertentu atau kawin campur dan lain sebagainya?” lanjut Carolin. “Di samping faktor internal dari masyarakat sendiri, faktor eksternal juga mempengaruhi suatu bahasa daerah terancam punah. Contohnya, kawin campur. Bila seorang ayah berbeda bahasanya dengan seorang ibu, cenderung si anak tidak kuasai bahasa ayah dan juga tidak kuasai bahasa ibu. Hal ini berarti mengurangi jumlah penerus dari bahasa ayah maupun bahasa ibu. Padahal, seharusnya si anak mampu menguasai kedua bahasa baik dari bahasa ayah maupun ibu,” jawab Syaiful. (tini)